Ketidakacuhan di Balik Gunungan Sampah
Menginjak tahun ke-35 dikelola, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo Surakarta menjadi saksi bisu lingkungan memerlukan sorotan yang lebih. Sistem pengelolaan sampah yang masih menggunakan open dumping menjadikan TPA ini memiliki gunungan sampah yang tiap harinya bertambah 300 ton serta tidak ada penutupan tanah.

Sistem open dumping ini menimbulkan dampak pencemaran air tanah oleh air lindi, bau sampah yang sangat menyengat, serta risiko penyakit yang ditimbulkan dari bakteri yang terkandung pada sampah yang menggunung dan belum teratasi. 


“Dari tumpukan sampah ini, yang paling dirasakan warga itu bau. Dampaknya ya rata-rata ke lingkungan sekitar gitu,” ujar Sawiji, Ketua RT 03 RW 39 Desa Jatirejo, Kota Surakarta.


Mengacu pada UU Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, sudah sepatutnya Putri Cempo sebagai satu-satunya TPA yang dimiliki Kota Surakarta menerapkan sistem minimal controlled landfill, yakni memadatkan sampah menggunakan alat berat lalu melapisinya dengan tanah. Sistem ini dapat lebih efisien dalam mengurangi dampak dari pengelolaan sampah.


Gunungan sampah ini pun menjadi titik penghidupan masyarakat, baik dari warga setempat maupun perantau dari luar Surakarta, “Rata-rata warga di sini pekerjaannya ya mulung. Ada juga yang jadi pengepul sampah. Nggak hanya dari warga sekitar aja, tapi ada yang pendatang dan menetap di sini. Biasanya dari Wonogiri,” ungkap Sawiji.


Sampah yang umumnya dianggap sebagai hal yang tak bernilai, tidak berlaku bagi Kino (45) yang menjadikan sampah sebagai sumber utama penghasilan karena kehadirannya yang tidak akan habis.


“Memang kekayaan terbesar itu sampah. Dicari terus pun nggak bakal habis, malah justru bertambah terus,” terang Kino, pemulung yang telah 9 tahun mengabdikan hidupnya untuk TPA Putri Cempo.


Kino (45) menjelaskan jenis sampah yang ia dapat (Dok. pribadi)


Sampah yang dianggap mampu menjadi harta penyambung hidup bagi pemulung dan pengepul sampah menjadikan mereka rela memulai aktivitasnya sejak pukul 5 pagi. Akibatnya, peran mereka sebagai orang tua bagi anaknya dapat terbengkalai karena waktu hariannya habis untuk mencari nafkah di TPA Putri Cempo.


“Prioritas warga sini cari duit. Orang tua cari duit seharian, ya anaknya niru orang tua aja. Jadi setelah lulus SD, mereka ikut cari duit. Ada yang jadi pemulung, jaga warung, atau serabutan di pabrik ke pabrik,” ujar Sawiji.


Layaknya menjadi sebuah budaya yang turun-temurun, pendidikan sudah tidak lagi menjadi fokus utama dalam perjalanan hidup mereka. Anak-anak akan cenderung mengikuti kebiasaan orang tuanya yang beranggapan bahwa uang dapat dicari di mana saja tanpa harus mengenyam pendidikan yang tinggi.


Pendidikan yang seharusnya berfungsi sebagai naungan untuk pembentukan karakter mereka setelah keluarga, hanya menjadi momok menyeramkan bagi warga. Akibatnya, nilai dasar seperti tanggung jawab dan kasih sayang tidak sempurna tertanam.


“Di sini itu sebenarnya kompak dan saling menghargai antar sesama, tapi sekadar buat nyangkruk atau nyinom aja. Tapi nek kepekaan ke lingkungan sosialnya itu yang kurang.” ungkap Sawiji.


Sawiji sebagai Ketua RT pun mengaku kesulitan dalam mengajak warganya berkembang dan maju guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Program demi program ditawarkan namun tak kunjung mendapatkan respon yang baik, terlebih untuk pelaksanaan jangka panjang.


Menghadapi Sosialisasi Primer yang Tak Sempurna

Sejalan dengan apa yang disampaikan Deny, Ketua Karang Taruna Desa Jatirejo, kesadaran warga dalam menggagas dan mewujudkan cita-cita bersama masih menjadi hal yang perlu didorong lagi motivasi untuk melakukannya.


“Kalau diajak tanggung jawab di kegiatan kerja bakti itu masih mau. Tapi kalau sudah menyangkut tanggung jawab jabatan atau amanah tugas, itu masih pada belum berani. Kalau kayak gini kan cari penerusnya,” tutur Deny.


Tidak adanya sosok penerus dalam berkegiatan merupakan dampak dari siklus hidup warga yang memilih untuk lebih banyak menghabiskan waktu mereka mengais rupiah demi menyambung kehidupan. Kegiatan sosial desa yang tidak secara langsung menuai untung, hanya akan dipandang sebelah mata dan tak bertahan lama.


Bantuan untuk meningkatkan kualitas hidup warga setempat melalui program-program yang diinisiasi oleh mahasiswa yang pernah singgah sempat memberikan dorongan bagi mereka untuk mengikuti program yang dirancang, namun kontribusi warga  


“Pernah ada kelompok KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang buat program di sini. Tapi setelah KKN selesai, programnya juga selesai karena nggak dilanjutin sama warga,” ujar Rufaidah, salah satu mahasiswa Sosiologi UNS yang pernah melakukan penelitian ke kawasan TPA Putri Cempo.


Lingkaran ini akan terus menurun pada generasi selanjutnya jika pendidikan karakter pada anak-anak di sekitar TPA Putri Cempo tidak sejak dini ditanamkan. Sayangnya kepentingan akan peran keluarga, terutama kedua orang tua, dalam melakukan tahapan sosialisasi primer belum disadari sepenuhnya oleh masyarakat disana. 


Secara tidak langsung, efek dari keberhasilan pendidikan pertama yang orang tua berikan pada anak adalah kemampuan anak dalam bersosialisasi, baik kepada keluarga intinya, teman-temannya, maupun masyarakat luas.


“Penerapan pendidikan karakter di kondisi anak yang jarang bertemu orang tuanya bisa dengan diberikannya tanggung jawab untuk melakukan jadwal pekerjaan rumah. Tentu dengan kesepakatan bersama dan sampaikan apresiasi,” tutur Ida, panggilan akrab Rufaidah.


Komunitas seperti karang taruna yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas diri sejatinya mampu menjadi kesempatan emas. Namun jika mayoritas masyarakatnya masih memiliki pola pikir yang konservatif, maka diskusi antar elemen masyarakat dirasa menjadi jawaban yang tepat.


“Solusi untuk keluar dari lingkaran ini sebenarnya ada di kesadaran warganya sendiri. Tapi memang membutuhkan dorongan dari eksternal. Misal pemerintah menerapkan aturan dan sanksi yang telah disepakati dengan warga. Pengadaan sosialisasi atau workshop keterampilan secara rutin itu juga perlu.” ujar Ida.


Cerdas Mengelola Sampah Bersama Start-up Karya Anak Bangsa

Mahasiswa yang dianggap sebagai agen perubahan juga turut andil dalam menanggapi berbagai permasalahan di TPA Putri Cempo. Pengabdian kepada masyarakat pun dilakukan oleh Ammar Abdurrahman selaku CEO Zyklus Indonesia.


“Apabila harus mendeskripsikan Zyklus Indonesia dalam satu kalimat, Zyklus Indonesia merupakan startup pengelola sampah yang bergerak di bidang waste management yang berbasis pada pelestarian lingkungan, teknologi digital, dan pemberdayaan kepada masyarakat. Secara umum, kita bergerak di bidang lingkungan,” tutur Ammar.


Berdasarkan penjelasan Ammar, Zyklus sendiri telah berdiri sejak 17 Mei 2021. Namun, secara resmi berdasarkan legalitas, yaitu sebagai badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT), PT. Zyklus Lestari Indonesia diresmikan pada 17 September 2021. 


Berangkat dari hobi naik gunung dan ketertarikannya pada lingkungan membuat Amar ingin mencari tahu lebih dalam lagi mengenai lingkungan dan cara melestarikannya.


“Ketika kuliah, aku menemukan sebuah penelitian di Sumatra yang menjelaskan kalau ternyata dalam feses manusia itu mengandung mikroplastik, yang berarti masyarakat sekitar daerah tersebut mengonsumsi hewan yang sudah mengandung plastik. Akhirnya makin penasaran dengan plastik dan gimana cara mendaur ulang sampah tanpa meninggalkan residu,” ungkap Ammar


Gagasan mendaur ulang plastik tanpa meninggalkan residu mendorong Ammar dan teman-temannya menginisiasi Zyklus. Dengan target awal yakni untuk berbisnis di bidang pengelolaan sampah, harapannya pemasukan yang didapat bisa digunakan sebagai modal untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam membuat teknologi yang dapat meminimalisir plastik dan sampah-sampah organik lainnya. 


“Layanan utama yang kami sediakan di aplikasi Zyklus adalah ZiPick dan ZiDrop. ZiPick untuk mengambil sampah ke rumah pengguna, ZiDrop untuk memberikan sampah pengguna ke pengepul sampah,” jelas Ammar.


Selain itu, terdapat layanan Zinfo yang memberikan informasi umum kepada para pengguna, ZiPay sebagai alat pembayaran melalui koin yang didapatkan dari sampah yang disetorkan, dan ZiPajak untuk membayar pajak dari hasil penyetoran sampah.

Tampilan layanan di Zyklus (Sumber: Aplikasi Zyklus Indonesia)


Bergerak dalam bidang pengelolaan sampah yang berbasis di Surakarta, Zyklus muncul sebagai reduktor sampah agar sampah-sampah dapat diolah kembali. Dengan eksistensinya, Zyklus bercita-cita pula untuk dapat memberikan lapangan pekerjaan dengan niat bersih melestarikan lingkungan.


“Dengan Zyklus ini, kami ingin menjadi harapan baru bagi seluruh elemen masyarakat dan anak cucu kita kelak di masa depan dengan melestarikan lingkungan dan mengurangi sampah.” tegas Ammar.